Selasa, 19 April 2011

sampul tugas



Tugas hukum laut


KELOMPOK IV


Ø MAKKATENNI                   :      4509060053
Ø DONI BATARA                   :      4509060034
Ø ARIEF MUNANDAR          :      4506060043
Ø Muh.syahdan syapri            :      4506060133
Ø Indah permata wahid          :      4509060010
Ø Juzman                                  :      4509060070

hukum laut

KONSEP LANDAS KONTINEN


A.    KONSEPSI LANDAS KONTINEN
Pada awalnya kawasan dasar laut yang kemudian dinamakan sebagai Landas Kontinen (Continental Shelf), hanya memiliki pengertian geografis dan geologis saja. Dalam pengertian ini, landas kontinen diartikan sebagai plate-form atau daerah dasar laut yang terletak diantara dasar laut dangkal dan titik dimana dasar laut menurun secara tajam/terjal, yang dinamakan lereng kontinen (continental slove). Biasanya kedalaman laut yang terjal ini ada pada kedalaman sekitar 200 meter dari permukaan laut, walaupun kadang-kadang dasar laut mulai terjal meskipun baru mencapai kedalaman 50 meter, tetapi ada juga dasar laut yang baru mulai terjal ketika kedalaman mencapai 500 meter di bawah permukaan laut. Dengan demikian, dari pengertian geologis, batas akhir landas kontinen adalah ketika dasar laut mulai menurun secara tajam/terjal.
Gambar 1: Landas Kontinen
Landas kontinen bukan saja merupakan fenomena geografis dan geologis akan tetapi juga fenomena ekonomis, karena sumber daya alam mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan penelitian, sumber daya alam berupa kandungan mineral yang terdapat di landas kontinen memang sangat menarik:
·         Di sepanjang pantai, di dasar laut landas kontinen yang tidak begitu dalam, terdapat placers yang mengandung emas, berlian dan sumber daya minyak bumi;
·         Di bagian-bagian tertentu lereng kontinen terkandung endapanendapan yang masuk kategori sumber minyak dan gas bumi, dan di bagian-bagian tertentu dasar laut dalam diperkirakan terdapat juga sumber-sumber minyak;
·         Di dasar laut dalam (deep seabed) juga terdapat nodule mangan (manganese nodules) yang mengandung logam-logam lain seperti cobalt, nickel, tembaga. Semakin dalam dasar lautnya semakin banyak terdapat nodul-nodul ini, dan konsentrat kandungan logamnya pun berbeda-beda;
·         Di bagian luar landas kontinen, di bagian atas lereng kontinen, terdapat phosfor dalam bentuk lapisan-lapisan nodule;
·         Lumpur-lumpur logam yang kaya dengan bijih tembaga dan zinc diperkirakan terdapat di daerah-daerah laut yang hangat dengan konsentrasi garam yang pekat, seperti di Laut Merah.
Gambar 2: Landas Kontinen
Aspek lain yang menyebabkan kawasan landas kontinen, dengan sumber daya alamnya yang cukup melimpah, menjadi sangat penting adalah karena kemajuan teknologi penambangan (khususnya pengeboran minyak bumi) saat ini umumnya sudah mampu mencapai kedalaman 1000 meter di bawah permukaan laut. Bahkan sebuah perusahaan minyak Amerika Serikat, Penrod Drilling Co menyatakan kesanggupannya untuk melakukan pengeboran dasar laut hingga kedalaman 30.000 kaki (atau kurang lebih kurang 1500 meter) di bawah permukaan laut. Tentunya teknologi penambangan mineral ini pun akan semakin berkembang dan lebih maju lagi di masa-masa yang akan datang, sehingga dasar laut yang sebelumnya dianggap mustahil untuk bias dieksploitasi pun nantinya dapat terjangkau teknologi penambangan. Kemajuan di bidang penambangan sumber daya mineral di dasar laut landas kontinen ini akan sangat dirasakan pentingnya mengingat saat ini kandungan sumber daya alam berupa mineral di wilayah daratan sudah mendekati titik kritis. Oleh karenanya, dasar laut terutama landas kontinen dianggap sebagai alternatif utama untuk mengganti peranan daratan sebagai pemasok bahan-bahan mineral, terutama minyak bumi dan gas alam, serta logam-logam mineral yang sangat dibutuhkan oleh industri. Latar belakang lahirnya pengaturan tentang landas kontinen ditandai dengan tindakan sepihak Amerika Serikat memperluas yurisdiksinya atau laut lepas yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat yang dinyatakan dalam Proklamasi Truman pada tanggal 28 September 1945 tentang “Continental Shelf” yang menyatakan sebagai
berikut :
“..........The Government of the United States regards the natural resources of the subsoil and seabed of the continental shelf beneath the high seas but contiguous to the coasts of the United States are appertaining to the United States, subject to its jurisdiction and control .....”.
Tindakan Amerika Serikat ini bertujuan untuk mencadangkan kekayaan alam dasar laut dan tanah di bawahnya yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat. Diperoleh keyakinan bahwa “continental shelf” seluas 760.000 mil persegi yang dalamnya tidak lebih 100 fathom (kedalaman 200 meter) di bawah permukaan laut yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat mengandung cadangancadangan minyak bumi dan mineral lainnya, dan disertai dengan teknik pengorbanan lepas pantai telah mencapai tingkat untuk memungkinkan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam tersebut. Sebagai alasan dari tindakan Amerika Serikat untuk mengamankan kekayaan alam tersebut dikemukakan bahwa sudah selayaknya diambil tindakan demikian oleh Negara pantai karena “continental shelf” dapat dianggap sebagai kelanjutan alamiah (natural prolongation) dari daratan (continent), disamping itu, bagaimanapun juga upaya untuk mengelola kekayaan alam yang terdapat di dalamnya memerlukan kerjasama dan perlindungan dari pantai. Dalam hal ini Amerika Serikat menegaskan tidak menuntut “continental shelf” sebagai wilayahnya, melainkan hanya menuntut kekayaan alamnya, kedaulatan penuh tetap 3 mil laut teritorial. Amerika Serikat tidak bermaksud
untuk mengurangi kebebasan berlayar melalui perairan diatas “continental shelf” yang stayusnya tetap sebagai laut lepas. Proklamasi Truman tentang “continental shelf” ini dalam waktu relatif singkat diikuti oleh negara-negara pantai di Amerika Latin dan juga diikuti oleh Negara-negara dibelahan bumi lainnya, seperti Negaranegara pantai di Eropa, Asia, Afrika, dan Australia. Dapat dikatakan menjelang Konperensi Hukum Laut PBB I Tahun 1958 di Jenewa konsepsi “continental shelf” ini telah menjadi konsepsi hukum laut internasional. Karena itu negara-negara peserta Konperensi tidak banyak menemui kesukaran dalam merumuskan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hak-hak dan kekuasaan serta kewajiban Negara pantai atas “continental shelf” yang kemudian ketentuan hukum ini dituangkan dalam Konvensi Hukum Laut 1958 tentang Landas Kontinen (Convention on Continental Shelf). Dengan diterimanya Konsepsi “continental shelf” dalam Konferensi Hukum Laut PBB I Tahun 1958 di Jenewa, maka konsepsi “continental shelf” telah menjadi bagian Konvensi Hukum Laut 1958. Tetapi perumusan pengertian “continental shelf” yang terdapat dalam Konvensi Laut 1958 berbeda dengan pengertian “continental shelf” aslinya (yakni pengertian “continental shelf” dalam arti geologis) sebagaimana dinyatakan dalam Proklamasi Truman 1945. Untuk membedakan dua pengertian “continental shelf” yang berlainan isinya ini, oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam bahasa Indonesia digunakan istilah “dataran kontinen” untuk “continental shelf” dalam arti geologis yang pada pantai di dunia ini kira-kira sampai kedalaman 200 meter. Sedangkan istilah “landas kontinental shelf” dalam arti yuridis (hukum) adalah sebagaimana dirumuskan dalam Konvensi Hukum Laut 1958.

B. PENGERTIAN LANDAS KONTINEN DALAM KONVENSI
HUKUM LAUT 1958
Sebagaimana telah disebutkan di atas pengertian “continental shelf” dalam Konvensi Hukum Laut 1958 adalah pengertian dalam arti hukum (landas kontinen) yang berbeda dengan pengertian aslinya menurut Proklamasi Truman. Secara lengkap pengertian landas kontinen di muat dalam Konvensi Hukum Laut 1958 tentang Landas
Kontinen, yaitu pasal 1 yang berbunyi sebagai berikut : “For the purpose of these articles, the term “continental shelf” is used as refering (a) to the seabed and subsoil of the submarine areas adjacent to the coast but autside the area of the territorial sea,
to a depth of 200 metres or beyond that limit, to where the superjecent waters admits of the exploitation of the natural resources of the said areas to seabed and subsoli of similar submarine areas adjacent to the coast of islands”.
Definisi dalam ketentuan Pasal 1 Konvensi tentang Landas
Kontinen tersebut menentukan batas landas kontinen, yaitu :
1.      dasar laut dan tanah di bawahnya di luar laut territorial sampai kedalaman 200 meter untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya;
2.      dasar laut dan tanah di bawahnya di luar batas kedalaman 200 meter sampai di mana kemampuan teknologi dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya (kriteria “technical exploitability”). Batasan tersebut di atas jelas berbeda dengan batasan pengertian “continental shelf” dalam arti geologis semata-mata sebagaimana yang terdapat dalam Proklamasi Truman. Ternyata dengan kemajuan teknologi di bidang kelautan yang sangat pesat, interprestasi ketentuan pasal 1 tersebut di atas hanya ditekankan pada ukuran “technical exploitability”, sehingga batas yang dicapai oleh teknik pengambilan kekayaan di laut. Karena itulah ketentuan landas kontinen dalam pasal 1 Konvensi Hukum Laut 1958 tersebut (kriteria “technical exploitability”) sudah tidak memuaskan lagi terutama bagi Negara-negara yang sedang berkembang dan tidak mempuyai kemampuan dan teknologi untuk memanfaatkannya.Ketentuan inilah yang merupakan salah satu diantara alasan-alasan untuk meninjau kembali Konvensi-konvensi Hukum Laut 1958 agar mengenai landas kontinen diberikan batas terluar yang jelas.

C. PENGERTIAN LANDAS KONTINEN DALAM KONVENSI
HUKUM LAUT 1982
Pasal 76 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan batasan Landas Kontinen sebagai berikut:
”Landas kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut”. Jika dibandingkan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958, perumusan yang terdapat dalam pasal 76 Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut di atas memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dengan memberikan kepastian batas terluar landas kontinen. Demikian juga pengertian landas kontinen selain mencakup pengertian yuridis juga mencakup pengertian geologis yang merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen itu sendiri. Perumusan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, selain merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen yang dapat dianggap sebagai perkembangan hukum laut masa kini, perumusan tersebut dapat menimbulkan kekaburan atau ketidak jelasan dalam menafsirkan pengertian “continental shelf”. Hal ini bias dilihat dari alternatif-alternatif yang digunakan untuk menentukan batas terluar landas kontinen sampai pinggiran luar tepian kontinen atau melampaui batas itu, sesungguhnya cara pengukuran ini sudah jauh meninggalkan pengertian “continental shelf” dalam arti geologis semata-mata. Alternatif penentuan batas terluar dari landas kontinen yang dinyatakan dalam Konvensi Hukum Laut 1982 adalah sebagai berikut:
1.      Didasarkan pada titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan (sedimentary rock) paling sedikit sebesar 1 % dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng kontinen.
2.      Jarak 60 mil laut dari kaki lereng kontinen.
3.      Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dimana batas teritorial diukur.
4.      Batas terluar dari Landas Kontinen tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m.
Secara geofisik dasar laut yang berbatasan dengan pantainya
umumnya terdiri dari 3 bagian yang terpisah, yaitu “continental shelf”,
“continental slope” dan “continental rise”, yang secara keseluruhan
disebut “continental margin” atau tepian kontinen. Sedangkan
“continental shelf” bukan merupakan keseluruhan dari “continental
margin”. Sehingga penggunaan istilah “continental shelf” sudah tidak
relevan lagi dan dapat menimbulkan kekaburan atau ketidak jelasan
pengertian dari “continental shelf”, karena sudah mencapaui batas
terluar “continental margin” atau dapat juga melampaui batas itu.
Kalau dalam bahasa Indonesia dibedakan pengertian dan istilah
dari “continental shelf” dalam arti geologis, yaitu dengan sebutan
dataran kontinen, dan “continental shelf” dalam arti yuridis yang disebut
landas kontinen, kiranya perlu juga dipikirkan oleh ahli hukum laut
internasional untuk memberikan istilah yang lebih tepat untuk
“continental shelf” dalam arti yuridis sehingga tidak menimbulkan
kekaburan pengertian “continental shelf” tersebut.

D. BATAS LANDAS KONTINEN

1.   Penentuan Batas Landas Kontinen
Penentuan batas landas kontinen dapat dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu :
1)      Penentuan batas landas kontinen kurang dari 200 mil laut. Batas terluar dari landas kontinen adalah sejauh 200 mil laut atau berhimpit dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Konsep ini dikenal dengan Co-extensive Principle.
2)      Penentuan batas landas kontinen lebih dari 200 mil laut. Batas terluar landas kontinen mengacu pada empat ketentuan penentuan pinggiran luar tepian kontinen.
3)      Penentuan batas landas kontinen yang berbatasan dengan negara pantai lainnya. Batas terluar landas kontinen mengacu pada perjanjian antara negara yang berkepentingan. Hal ini terjadi jika jarak antar Negara kurang dari 400 mil laut.
          Untuk menentukan batas landas kontinen sesuai dengan UNCLOS 1982, maka diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai garis pangkal, kaki lereng kontinen, pinggiran luar tepian kontinen, dan punggungan (ridges). Dalam UNCLOS 1982 tercantum batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi garis kedalaman 2500 m ditambah jarak 100 mil laut, atau melebihi garis 350 mil laut dari garis pangkal darimana laut teritorial diukur. Dengan adanya pembatasan tersebut, maka diperlukan pengukuran batimetrik untuk memperoleh garis kedalaman 2500 m. Setelah didapatkan garis kedalaman tersebut bandingkan dengan pembatas 350 millaut dari garis pangkal, kemudian dipilih batas landas kontinen yang terjauh. Setiap negara diperbolehkan memilih dari dua kriteria tersebut untuk mendapatkan batas landas kontinen yang maksimal.
1)      Garis Pangkal
Pengertian garis pangkal menurut UNCLOS 1982, merupakan suatu garis awal yang menghubungkan titiktitik terluar yang diukur pada kedudukan garis air rendah (low water line), dimana batas-batas ke arah laut, seperti laut teritorial dan wilayah yurisdiksi laut lainnya (zona tambahan, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif) diukur. Dengan demikian, garis pangkal merupakan acuan dalam penarikan batas terluar dari wilayah-wilayah perairan tersebut. Dalam UNCLOS 1982 dikenal beberapa macam garis pangkal, yaitu :
Ø  Garis pangkal normal (normal baseline)
Ø  Garis pangkal lurus (straight baseline)
Ø  Garis pangkal penutup (closing line)
Ø  Garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline)
Ø   
a.      Kaki Lereng Kontinen
Penampakan fisik dari kaki lereng kontinen mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Ø  Garis lipatan (joint line) antara dua lereng atau permukaan yang berbeda.
Ø  Garis penghubung antara dua struktur kerak yang berbeda.
Ø  Permukaan atas yang mewakili struktur asli dari kerak tepian kontinen.
Ø  Permukaan bawah yang mewakili struktur endapan dari kerak tepian kontinen yang sesuai.
Ø  Permukaan teratas memiliki gradien yang lebih besar dari permukaan yang lebih rendah.
Ø  Permukaan endapan (permukaan bawah) terletak di dekat basin pada dasar laut.
Ø  Jika terdapat lebih banyak lipatan, maka lipatan yang terdalam memiliki kemungkinan terbesar sebagai kaki lereng kontinen yang dimaksud.
Ø  Perubahan gradien dari lereng-lereng dapat bervariasi.

b.      Penentuan Pinggiran Luar Tepian Kontinen
Pinggiran luar tepian kontinen dapat ditentukan melalui pendekatan batu endapan (sedimentary rock) atau disebut juga kriteria geologi/geomorfologi (geological/geomorphological criteria) dan kriteria jarakkedalaman (depth-distance criteria). Namun demikian, terdapat pembatasan mengenai pinggiran luar tepian kontinen dari suatu negara pantai, yaitu tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal, atau 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m. Dalam penentuan kaki lereng kontinen diperlukan pemeriksaan material yang bisa didapatkan dari survey seismik. Jenis batu endapan dapat diketahui melalui interpretasi data seismik. Selain mendapatkan jenis dari batu endapan di dasar laut, interpretasi data seismik ini dapat pula digunakan dalam menentukan ketebalan batu endapan. Namun, pemeriksaan material dengan melakukan survei seismik demikian membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang lama. Selain survei seismik, survei batimetri dapat juga digunakan untuk menentukan kaki lereng kontinen, dengan cara memodelkan topografi dasar laut secara tiga dimensi. Proses pemodelan akan terkait erat dengan model matematika yang digunakan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk merubah data hasil survei batimetri ke dalam bentuk tiga dimensi. Survei batimetrik dalam menentukan kaki lereng kontinen ini dinilai lebih efisien dibandingkan survei seismik sehingga banyak dilakukan oleh negara-negara pantai.

c.       Penampakan Dasar Laut (Ridges)
Pasal 76 UNCLOS menyatakan mengenai tiga buah jenis dari penampakan dasar laut dalam, yaitu :
a)      Oceanic ridges of the deep ocean floor.
b)      Submarine ridges.
c)      Submarine elevations.
d)      
2.      Survei dan Pengukuran Landas Kontinen
Untuk keperluan penetapan batas landas kontinen diperlukan sejumlah kegiatan survei dan pengukuran, yang meliputi survei batimetrik untuk penentuan garis kedalaman 2500 meter dan interpretasi morfologi dasar laut, serta survei seismi untuk mengetahui ketebalan batu endapan. Langkah-langkah yang diperlukan untuk penentuan batas terluar landas kontinen, antara lain meliputi:
Ø  Menentukan kelanjutan alamiah daratan.
Ø  Menentukan kaki lereng.
Ø  Menerapkan formula jarak
Ø  Menerapkan formula batu endapan
Ø  Menentukan batas 350 mil laut.
Ø  Menentukan batas kedalaman 2500 m ditambah 100 mil laut
3.      Pentingnya Datum Geodetik pada Lingkup Batas Wilayah
Ketidak-jelasan mengenai masalah datum geodetik dalam penentuan titik batas akan menimbulkan masalah ketika melakukan implementasi di lapangan, disamping itu dapat juga menjadi masalah baru dalam penuntasan perjanjian penetapan batas wilayah. Untuk dua datum yang berbeda, datum shift dapat mencapai nilai ratusan meter untuk salah satu atau semua salib sumbunya. Seperti contoh datum shift AGD66 dengan WGS84 untuk sumbu X bernilai 130-an meter, sumbu Y bernilai 50-an meter, dan sumbu Z bernilai 140-an meter. Belum dimilikinya datum geodetik batas wilayah, jelas dapat menimbulkan masalah dalam hal implementasi dilapangan. Dengan keraguan posisi sampai ratusan meter akan membuat ketidakpastian (dispute) dalam menetapkan batas tresspassing, atau batas kewenangan ekploitasi kawasan potensial. Dapat dibayangkan ekses yang akan terjadi apabila aparat penegak hukum menangkap nelayan asing, namun ternyata salah tangkap karena salah koordinat dari datum yang tidak jelas, atau terjadi konflik daerah eksplorasi potensi besar minyak bumi karena salah koordinat batas dari datum yang tidak jelas. Oleh karena itu Datum Geodetik menjadi salah satu hal yang penting, untuk dijelaskan dan dipertegas dalam hal kepentingan batas wilayah.

Rabu, 10 November 2010

Cara Membagi Waris Menurut KUH Perdata

Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).

Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan.

Keluarga Bambang (bukan nama sebenarnya) di Solo, misalnya. Mereka mempunyai permasalahan seputar warisan sejak 7 tahun yang lalu. Awalnya keluarga ini tidak mau membawa masalah ini ke meja hijau tapi sayangnya, ada beberapa ahli waris yang beritikad buruk. Karena itu keluarga Bambang akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur hukum. Hingga awal tahun 2006, kasusnya masih dalam tingkat banding di Pengadilan Tinggi setempat dan belum ada putusan.

Ilustrasi ini hanya satu dari banyak masalah harta waris yang masuk ke pengadilan. Mengingat banyaknya kasus semacam ini, ada baiknya kita mengetahui bagaimana sebenarnya permasalahan ini diselesaikan dengan Hukum Waris menurut Undang-Undang (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Berhak Mendapatkan Warisan
Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, yaitu melalui pewarisan absentantio dan pewarisan testamentair. Pewarisan absentantio merupakan warisan yang didapatkan didapatkan berdasarkan Undang-undang. Dalam hal ini sanak keluarga pewaris (almarhum yang meninggalkan warisan) adalah pihak yang berhak menerima warisan.

Mereka yang berhak menerima dibagi menjadi empat golongan, yaitu anak, istri atau suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek. Pada dasarnya, keempatnya adalah saudara terdekat dari pewaris (Lihat Boks 4 golongan pembagian waris).

Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukan ahli waris berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, pemberi waris akan membuat surat yang berisi pernyataan tentang apa yang akan dikehendakinya setelah pemberi waris meninggal nanti. Ini semua termasuk persentase berapa harta yang akan diterima oleh setiap ahli waris.

Tidak Berhak Menerimanya
Meskipun seseorang sebenarnya berhak mendapatkan warisan baik secara absentantio atau testamentair tetapi di dalam KUH Perdata telah ditentukan beberapa hal yang menyebabkan seorang ahli waris dianggap tidak patut menerima warisan.

Kategori pertama adalah orang yang dengan putusan hakim telah telah dinyatakan bersalah dan dihukum karena membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris. Kedua adalah orang yang menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat atau dengan memakai kekerasan telah menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat menurut kehendaknya sendiri. Ketiga adalah orang yang karena putusan hakim telah terbukti memfitnah orang yang meninggal dunia dan berbuat kejahatan sehingga diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih. Dan keempat, orang yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari pewaris.

Dengan dianggap tidak patut oleh Undang-Undang bila warisan sudah diterimanya maka ahli waris terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak ia menerima warisan.

Pengurusan Harta Warisan
Masalah warisan biasanya mulai timbul pada saat pembagian dan pengurusan harta warisan. Sebagai contoh, ada ahli waris yang tidak berbesar hati untuk menerima bagian yang seharusnya diterima atau dengan kata lain ingin mendapatkan bagian yang lebih. Guna menghindari hal tersebut, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan oleh Anda yang kebetulan akan mengurus harta warisan, khususnya untuk harta warisan berupa benda tidak bergerak (tanah dan bangunan).

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat Surat Keterangan Kematian di Kelurahan/Kecamatan setempat. Setelah itu membuat Surat Keterangan Waris di Pengadilan Negeri setempat atau Fatwa Waris di Pengadilan Agama setempat, atau berdasarkan Peraturan Daerah masing-masing. Dalam surat/fatwa tersebut akan dinyatakan secara sah dan resmi siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan warisan dari pewaris.

Apabila di antara para ahli waris disepakati bersama adanya pembagian warisan, maka kesepakatan tersebut wajib dibuat dihadapan Notaris. Jika salah satu pembagian yang disepakati adalah pembagian tanah maka Anda harus melakukan pendaftaran di Kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan Surat Kematian, Surat Keterangan Waris atau Fatwa Waris, dan surat Wasiat atau Akta Pembagian Waris bila ada.

Satu bidang tanah bisa diwariskan kepada lebih dari satu pewaris. Bila demikian maka pendaftaran dapat dilakukan atas nama seluruh ahli waris (lebih dari satu nama). Nah, dengan pembagian waris yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang maka diharapkan bisa meminimalkan adanya gugatan dari salah satu ahli waris yang merasa tidak adil dalam pembagiannya.

Empat Golongan yang Berhak Menerima Warisan
A. GOLONGAN I.
Dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yang berhak menerima warisan. Dalam bagan di atas yang mendapatkan warisan adalah istri/suami dan ketiga anaknya. Masing-masing mendapat ¼ bagian.

Ayah
Ibu
Pewaris
Saudara
Saudara

B. GOLONGAN II
Golongan ini adalah mereka yang mendapatkan warisan bila pewaris belum mempunyai suami atau istri, dan anak. Dengan demikian yang berhak adalah kedua orangtua, saudara, dan atau keturunan saudara pewaris.

Dalam contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah ayah, ibu, dan kedua saudara kandung pewaris. Masing-masing mendapat ¼ bagian. Pada prinsipnya bagian orangtua tidak boleh kurang dari ¼ bagian

C. GOLONGAN III
kakek
nenek
kakek
nenek

Dalam golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sehingga yang mendapatkan waris adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis ibu maupun ayah.

Contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah kakek atau nenek baik dari ayah dan ibu. Pembagiannya dipecah menjadi ½ bagian untuk garis ayah dan ½ bagian untuk garis ibu.

D. GOLONGAN IV
Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup. Mereka ini mendapat ½ bagian. Sedangkan ahli waris dalam garis yang lain dan derajatnya paling dekat dengan pewaris mendapatkan ½ bagian sisanya.


TIP
Sebelum melakukan pembagian warisan, ahli waris harus bertanggungjawab terlebih dahulu kepada hutang-piutang yang ditinggalkan oleh pewaris semasa hidupnya.